Bekerja.id – Membangun sebuah startup memang tidak mudah. Tidak hanya memperoleh pelanggan baru yang susah, tapi menjaga pelanggan yang lama lebih susah lagi.
Faktanya, rata-rata usaha aplikasi di smartphone kehilangan 77% dari pengguna sehari-hari (Daily Application User/DAU) dalam kurun waktu hanya tiga hari setelah pemasangan. Dan dalam kurun waktu 90 hari, jumlah pelanggan yang hilang sudah mencapai 95%. Kehilangan pelanggan terjadi di semua jenis usaha.
Mengantisipasi hilangnya pelanggan sebagai poin penting bagi pebisnis untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, metrik yang dipakai adalah Churn Rate.
Churn Rate sendiri terdiri 2, yaitu: Customer Churn Rate dan Revenue Churn Rate. Customer Churn Rate dipakai untuk menghitung prosentase hilangnya pelanggan, sedangkan Revenue Churn Rate dipakai untuk menghitung prosentase hilangnya revenue pada perusahaan. Pada artikel ini kita akan membahas tentang Customer Churn Rate.
Customer Churn Rate adalah metrik yang dipakai untuk menghitung prosentase berhentinya pelanggan di suatu layanan atau produk yang disediakan dalam jangka waktu tertentu. Umumnya, Churn Rate memanfaatkan periode bulanan. Untuk menghitung Churn Rate, bisa memakai rumus:
Contohnya sebuah perusahaan bernama BAMA Media mempunyai 100.000 subscriber di awal bulan Agustus, lalu di akhir bulan tersebut, subscriber-nya menjadi 87.000. Jadi Churn Rate dari perusahaan itu adalah
Mempunyai Churn Rate sebesar 13% adalah angka yang tidak bagus untuk perusahaan karena berdasarkan benchmark dari Software as a Service (SaaS) seperti Oracle dan Microsoft, Churn Rate ideal adalah 5-7 %.
Ini adalah hal yang wajib diperhatikan oleh perusahaan karena Churn Rate sebagai hambatan untuk perkembangan. Selain dari menghambat perkembangan, kehilangan pelanggan berarti kehilangan penghasilan atau Revenue Churn Rate.
Jika biaya subscription di BAMA Media adalah Rp10.000 per bulan, maka dengan Churn Rate 13%, PT BAMA Media sudah kehilangan pendapatan sebesar Rp870.000.000.
Customer Churn Rate adalah hal penting untuk perusahaan, karena dengan memiliki nilai Customer Churn Rate yang tinggi membuat pertumbuhan pada suatu perusahaan terkendala. Bayangkan anda ingin isi ember yang bocor dengan air, tentu saja akan sulit untuk membuat ember itu penuh bila kebocoran melebihi air yang masuk kan?
Dengan memiliki Customer Churn Rate yang tinggi berarti perusahaan harus memperoleh costumer yang baru menggunakan marketing dan tentu saja meningkatkan nilai Customer Acquisition Cost (CAC) pada perusahaan itu supaya bisa mengimbangi Costumer Churn Rate tersebut. Berarti bila perusahaan ingin terus berkembang, perusahaan harus sanggup menjaga dan memperhatikan nilai Customer Churn Rate.
Cara Mengurangi Churn Rate
- Kerjakan analisa kenapa pelanggan melakukan Churn, dengan mengenali alasannya maka perusahaan bisa mengerjakan solusi atas Churn yang terjadi dan bisa mengurangi-nya.
- Melakukan interaksi yang aktif pada pelanggan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan dan menghadirkan keistimewaan produk atau jasa tersebut.
- Memberikan layanan yang lebih pada pelanggan. Tentu saja setiap customer akan lebih suka bila diberlakukan ekstra atas apa yang mereka bayar bukan ?
- Lakukan analisis target yang lebih jelas untuk memperoleh target yang cocok dan target yang loyal.
- Lakukan kampanye atau promo atas kelebihan yang dimiliki perusahaan antara rival-rival yang lain.
Jika sebuah perusahaan sanggup menekan angka Customer Churn Rate-nya di titik yang rendah, maka perkembangan perusahaan tersebut bisa lebih cepat karena tidak ada kebocoran dari sisi pelanggan. Dengan tidak ada kebocoran dari sisi pelanggan maka revenue perusahaan tersebut akan terus bertambah dengan berjalannya waktu.